Senin, 30 Agustus 2010

there's someting about Raka

Sudah 2 tahun sejak kelulusannya dari TK tempatku mengajar ekstra kulikuler Bahasa Inggris, Raka begitu biasanya dia dipanggil. Kulitnya sawo matang, tapi cenderung gelap, perawakannya kurus dan tinggi, rambutnya lurus. Umurnya kira-kira 8 tahun sekarang. Dia berasal dari keluarga broken home. Kedua orangtuanya berpisah sedari dia kecil. Bapaknya sudah menikah lagi, sedangkan ibunya juga sudah menjalin hubungan dengan orang lain. Setelah perceraian kedua orang tuanya, Raka dan kakaknya diasuh oleh Ayahnya. Karena ayahnya sudah mempunyai keluarga baru dan sibuk dengan keluarga barunya itu, sontak Raka menjadi tidak diurus, akhirnya raka diasuh oleh neneknya yang kebetulan rumahnya bersebelahan dengan rumah ayahnya. Begitu cerita yang kutahu tentang Raka dari para guru di TK.

Beberapa hari yang lalu, aku melihatnya ketika aku melintasi jalan lowanu, daerah dekat rumahnya . Masih sama, perawakannya belum berubah, masih kurus ,tinggi, dan berkulit sawo matang. Dia berjalan sendirian menyusuri jalan yang sepi di siang itu. Masih ku ingat dengan jelas bagaimana cara jalannya. Dia selalu melangkahkan kakinya dengan cepat dan tanpa ragu-ragu.

Tidak hanya sekali itu aku melihatnya. Aku pernah beberapa kali melihatnya di jalan itu. Beberapa bulan sebelumnya aku juga pernah melihatnya ketika aku melintasi jalan yang sama. Waktu itu kelihatannya dia baru saja pulang sekolah, karena aku melihat dia masih menggunakan pakaian seragam lengkap besrta sepatu dan tas yang ada di punggungnya. Aku masih ingat ketika dulu pertama kali harus mengajar Raka. Berteriak-teriak sampai suaraku serak pun Raka tidak akan pernah mendengarkan yang aku ajarkan. Dia lebih memilih untuk tidur atau hanya untuk sekedar melamun di dalam kelas. Ketika semua murid mulai mendengarkan dan memperhatikan yang aku ajarkan pun juga tidak membuat Raka terpancing untuk mengikuti pelajaran. Sempat aku merasa kesal dengan kelakuan Raka yang cuek dan sama sekali tidak mendengarkan ataupun mencerna pelajaran, sampai-sampai aku mengingatkan Raka dengan nada keras, Raka tetap cuek. Namun, aku masih tetap bersabar karena aku tahu bahwa Raka itu sebenarnya anak yang cerdas. Raka itu cerdas, Raka itu pintar, dan Raka itu cepat untuk menangkap pelajaran, begitulah kata semua bu guru, termasuk kepala sekolah. Tapi menurutku Raka itu keren. Aku dulu sempat berpikir, bagaimana cara mengambil hati Raka dan membuatnya mau memperhatikan pelajaran yang aku ajarkan. Sampai akhirnya, ada suatu peristiwa yang menjadikan Raka akrab denganku. Waktu itu tanpa sengaja aku bertemu dengan Raka, kakaknya, dan ibunya yang sedang berbelanja di Minimarket dekat kampusku. Raka yang melihatku pun tersipu malu sambil sesekali bersembunyi di balik badan ibunya. Aku yang kaget bertemu dengan Raka pun langsung menyapanya. "Raka....., beli apa..?? " sapa ku ke arah Raka.

"Ehh.., dek itu siapa..?" ibunya Raka yang memang belum pernah bertemu dengan ku pun mulai bertanya-tanya.

Dengan nada pelan Raka manjawab " itu bu nasya Ma, bu guru bahasa inggris di sekolah".

Dan akupun sedikit mengobrol dengan Raka dan Ibunya, hanya sedikit, mungkin sekitar 2 menit. Ya, mungkin itu memang waktu yang singkat untuk bisa dibilang sebagai mengobrol, tapi yang tidak pernah terduga. Semenjak pertemuanku dengan Raka di Minimarket itu membuat Raka sedikit memperhatikanku. Raka mulai memperhatikan pelajaran yang aku terangkan. Tidak hanya memperhatikan, tapi dia juga mengikuti sekaligus mencerna dengan betul apa yang kuajarkan. Semakin lama, aku semakin akrab dengan Raka. Diwaktu aku sedang mengajar, Raka selalu menyuruh teman-temannya untuk diam dan memperhatikanku. Teman-temannya jelas langsung menurut karena Raka memang tergolong salah satu anak yang disegani oleh teman-temannya. Bukan karena badannya yang besar, tapi karena dia jika dia dikeroyok teman-temannya yang jahil dia melawannya sendirian, jika dia tidak punya teman bermain dan teman-temannya tidak mau diajak bermain pun dia bermain sendiri dengan asiknya, jika ada temannya yang menangis dia datangi dan dia tanya ‘kamu kenapa?’ atau ‘siapa yang nakalin kamu?’ , dan peristiwa yang paling kuingat adalah ketika ada salah satu temannya yang menangis. Raka mendatangi temanya itu dan bertanya ‘ siapa yang nakal?’ dan temannya menjawab ‘Rehan yang nakal’ . Raka lalu melangkahkan kakinya mendekati Rehan sambil bilang “Rehan, kamu jangan nakal dong, kan kasian. Kamu harus minta maaf !!” . Woww..., anak sekecil itu bisa berperilaku dan mengatakan hal yang menurutku sangat bijaksana. Aku tidak pernah menyangka Raka yang pendiam, jarang mau bergaul dengan temannnya, dan cuek kalau di dalam kelas, bisa melakukan hal seperti itu.

Ada lagi satu peristiwa yang akan selalu membuatku ingat tentang Raka. Waktu itu, jam pelajaran sedah habis. Aku terheran ketika Raka berlari menghampiriku sambil meminta uang. “Bu, mana uangku tadi??” tanya Raka.

Aku kebingungan dengan pertanyaan Raka tapi dia terus menanyakan itu padaku. Akhirnya dari arah belakang Bu yanti, salah satu guru di TK ku memanggil dan memberikanku uang yang tadi pagi Raka titipkan, Rp. 7000. Ketika ku tanya kenapa Raka membawa uang banyak ke sekolah dia menjawab uang itu untuk satu hari. Ibunya memberikan uang itu untuk makan siang, menabung dan untuk jajan.

“Lhoo.., emangnya mamanya Raka kemana?” tanyaku.

“ Mama kerja, terus Raka dikasih duit buat maem nanti..” jawabnya

Raka menceritakan kalau kemarin dan hari ini dia tinggal dirumah Ibunya, sementara kakaknya masih dirumah ayahnya.

Woww..., satu lagi ‘woww’ . Raka yang masih 4,5 tahun itu sudah harus mengurus dirinya sendiri. Ibunya hanya memberikan uang dan menyerahkan sepenuhnya apa yang harus dilakukan dengan uang itu kepada Raka, dan Raka pun memang terlihat sangat bertanggungjawab terhadap pesan ibunya itu. Raka mencium tangan Bu yanti, kemudian mencium tanganku dan berpamitan pulang. Miris hatiku mendengar cerita Raka, namun dari sikapnya waktu itu aku bisa melihat dia memang benar-benar memegang tanggungjawab terhadap uang Rp. 7000 itu. Dan dari tatapan Raka pun seolah-olah berkata kepadaku.. “It’s oke bu..., aku sudah terbiasa, aku bisa melakukan ini sepenuhnya”.

Baru kali ini aku ketemu sama anak umur 4,5 tahun yang melakukan hal-hal seperti itu. Menurutku Raka emang keren, sangat keren. Akupun yakin jika kelak Raka besar dan dia tumbuh dengan watak yang seperti itu, dia bisa menjadi seorang pemimpin yang disegani bawahannya, dan mungkin bakalan banyak cewek yang naksir. Hahahaha..., ngomong apa sih aku ini... Yaaaa, cuma sekedar ungkapan kebanggaanku terhadap salah satu murid ku yang keren dan lain daripada yang lain.

Raka, Raka, Raka.., mungkin tidak hanya kali itu aku akan melihatnya di jalan, mungkin masih banyak kesempatan lain yang bisa mempertemukanku dengannya karena aku sering melewati jalan dekat rumahnya. Tapi mungkin juga Raka sudah lupa denganku jika bertemu kelak, tapi aku, seorang guru, tidak akan pernah lupa dengan muridnya. Aku sekarang mengerti bagaimana perasaan seorang guru yang bangga terhadap muridnya. Mungkin mereka lupa dengan nama murid itu, tapi seorang guru tidak akan melupakan hal-hal spesial dari muridnya. Halahh.., ngemeng epeh sih aku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar